PIRU,CahayaMediaTimur.com-Pasca aksi pemblokiran jalan di Negeri Hatusua beberapa waktu lalu, fokus kini beralih pada dugaan oknum yang sengaja memelintir informasi terkait surat edaran Bupati Seram Bagian Barat. Surat tersebut hanya menghentikan aktivitas PT. SIM di lahan sengketa, bukan menutup seluruh operasional perusahaan.
Tokoh pemuda SBB, Mozes Rutumalessy, menegaskan bahwa aksi tersebut merugikan masyarakat luas dan menimbulkan kekacauan. “Karyawan yang dirumahkan sudah menerima pesangon, bukan diberhentikan. Masa kerja mereka sudah berakhir. Jadi jelas tidak ada alasan untuk memprovokasi masyarakat atau menimbulkan kerusuhan,” ujarnya.
Menurut kajian hukum, Pemblokiran Jalan Melanggar Pasal 192 KUHP , “Merintangi jalan umum dapat dipidana penjara hingga 9 tahun.” Selain itu juga melanggar pasal Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 48 ayat (1) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang menyebutkan “Jalan umum harus bebas dari gangguan.”
“bukan hanua itu, Penggiringan Opini oleh Oknum Penyebaran informasi menyesatkan dapat dijerat Pasal 14 & 15 UU No. 1 Tahun 1946 dan Pasal 28 UU ITE. Jika terbukti sengaja memprovokasi publik, oknum dapat diproses pidana karena menimbulkan keresahan dan potensi konflik horizontal.” Tegas Mozes.
Mozes menekankan, aparat kepolisian harus segera menindak pihak-pihak yang terbukti memprovokasi. “Negara tidak boleh diam melihat anarkisme terjadi. Polisi harus bertindak tegas dan memproses oknum yang bermain di balik isu ini,” tegasnya.
Hingga kini, DPRD dan Pemerintah Daerah masih menangani sengketa lahan melalui mekanisme resmi. Langkah hukum terhadap oknum yang dianggap provokator penting agar masyarakat tidak dijadikan alat kepentingan politik atau ekonomi, serta agar ketertiban dan keamanan di Seram Bagian Barat tetap terjaga.